Selamat Jalan Ustadz Sahadi
“Beliau sahabat saya. Insyaallah husnul khatimah.
Tadi kita doakan di grup PP Muhammadiyah. Beliau baik banget. Lurus.”
(Mustofa B Nahrawardaya, Pimpinan Redaksi Majalah
Tabligh)
Saya menangis membaca komen Bang Mustofa di salah satu grup WA yang saya
ikuti. Benar-benar saya tidak bisa menyembunyikan kesedihan mendengar kabar
duka telah berpulangnya Ustadz Sahadi Mulyo Hartono, yang akrab disapa Sahadi
Abu Azzamin (sebutan yang beliau nisbatkan kepada tiga buah hati beliau).
Beliau adalah putra asli Kartasura yang selepas lulus dari Pondok Pesantren
Imam Syuhodo tinggal di Polokarto, hidup bersama istri dan tiga anak yang
sangat beliau cintai.
Perjalanan hidup beliau ditempa oleh pendidikan Islam sejak kecil.
Menempuh pendidikan di SD Djamaatul Ichwan Surakarta, lalu melanjutkan ke SMP
Al-Islam 1 Surakarta, kemudian SMA Muhammadiyah Pontren Imam Syuhodo, hingga
akhirnya menuntut ilmu agama lebih tinggi di LIPIA Jakarta. Dari sinilah
karakter dakwah beliau terbentuk, lurus, tegas, dan tanpa kompromi dalam
menyampaikan kebenaran.
Tidak mengherankan bila kemudian persyarikatan memberikan banyak amanah
kepadanya. Beliau pernah dipercaya sebagai Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PCM
Blimbing, dan hingga akhir hayatnya menjabat sebagai Wakil Ketua Majelis Tarjih
dan Tajdid PDM Sukoharjo. Di dunia pendidikan, beliau turut mengabdikan diri sebagai Wakil Direktur Pondok Pesantren Modern Imam Syuhodo, mendampingi Ustadz KH. Sholakhuddin Sirizar, Lc., M.A yang menjabat sebagai Direktur, sebelum akhirnya
harus melepas tugas tersebut tahun ini karena beberapa pertimbangan, termasuk kondisi
kesehatan.
Beliau orang yang sederhana dalam keseharian. Tapi dalam dakwah, beliau
adalah orang yang mati-matian berjuang di dalamnya. Salah satu orang yang saya
kenal lurus, dan tanpa tedeng aling-aling dalam menyampaikan kebenaran,
dalam beramar makruf nahi munkar. Sering saya mendengar memang beliau keras dan
tegas dalam berdakwah. Yang benar dikatakan benar, yang salah dikatakan salah,
siapapun yang melakukannya. Tapi siapa yang menyangka, di balik ketegasan
beliau dalam berdakwah, beliau adalah orang yang supel, ramah, humoris, dalam
interaksi keseharian dengan orang-orang di sekitarnya.
Saya termasuk intens berinteraksi dengan beliau karena beliau adalah
salah satu ustadz idola jamaah. Dulu pernah menghubungi untuk menjadi pengisi
rutin kajian fiqih di RDS FM, meskipun beberapa bulan ini ternyata saya tahu
beliau sudah tidak lagi mengisi di sana. Selain itu beliau termasuk pengisi
rutin kajian Ahad pagi PCM Blimbing, yang selama pandemi ini kajian offline
libur, beliau juga masih bersedia untuk mengisi secara online di youtube
Tablighmu TV. Selama beberapa tahun ini beliau juga saya hubungi untuk menjadi
khatib rutin di Masjid Baiturrahman Sayangan. Saat saya kepepet karena
pembicara yang seharusnya mengisi tiba-tiba ijin, saya biasanya langsung
hubungi beliau, dan beliau pasti selalu akan mengiyakan permintaan mendadak
saya dengan membatalkan jadwal yang seharusnya beliau isi dengan mencarikan
pengganti atau meminta panitia mencarikan pengganti.
Saya pun mantap berada di pihak beliau, saat ada orang-orang yang
berusaha menjatuhkan marwah beliau. Saya masih ingat di suatu obrolan (dengan
bahasa Jawa), ada orang yang menjelek-jelekkan beliau. Sesaat setelah itu orang
yang diajak bicara memberikan jawaban yang sederhana, tapi sangat mengena,
“Kamu dah pernah datang kajiannya Pak Sahadi belum? Kalau belum, coba
sekali-kali datang. Tengok bagian konsumsi. Karena biasanya saat beliau
mengisi, konsumsinya kurang, tidak seperti biasanya. Kesimpulannya, yang tidak
suka dengan Pak Sahadi cuma kamu, yang lain banyak yang suka.” Jawaban itu
begitu jujur, sekaligus menunjukkan betapa cintanya jamaah kepada beliau.
Pagi ini, saya dikagetkan dengan kabar duka ini. Meskipun sudah beberapa
waktu terakhir ini saya dengar beliau sering sakit. Hingga kalau dilihat dari
postur tubuh beliau pun berbeda drastis, dari yang sebelumnya sangat gemuk,
sekarang tampak lebih kurus. Saya bertemu terakhir dengan beliau dua pekan yang
lalu saat beliau mengisi di Tablighmu TV. Saat itu beliau sempat mengeluhkan
suara yang katanya sering ‘hilang’. Hal yang saya dengar dari beberapa orang
terdekat beliau, menjadi salah satu penyebab wafatnya beliau. Katanya
akhir-akhir ini memang beliau sering batuk, bahkan beberapa hari terakhir ini
sampai batuknya bercampur darah. Sayangnya saya tidak mendengar sakit beliau
yang terakhir ini sehingga belum sempat menjenguknya.
Isyarat Kematian
Saat
orang tersebut masih hidup, mungkin kita tidak menyangka bahwa kata-kata orang
tersebut adalah sebuah kata pamitan. Sebuah isyarat bahwa dirinya sebentar lagi
akan meninggalkan kita, kecuali jika ada kedekatan emosional yang lebih.
Seperti kepergian Ustadz Sahadi (rahimahullah) kemarin. Ternyata jika saya
memperhatikan, sudah ada 'isyarat' sebelumnya dari beliau. Di antara isyarat
itu, setidaknya yang saya maknai sebagai isyarat adalah materi kajian beliau
pada beberapa waktu terakhir ini. Termasuk di Tablighmu TV, kajian terakhir
yang beliau sampaikan adalah tentang pembagian warisan. Hal yang bisa kita
maklumi bahwa baru bisa dilaksanakan jika ada seseorang yang sudah meninggal.
Ternyata tidak hanya di Tablighmu TV saja, tapi di beberapa tempat beliau
mengisi kajian tentang pembagian harta warisan. Dalam salah satu kalimat yang
saya pahami bahkan beliau memisalkan jika beliau yang meninggal, maka apa yang
harus dilakukan oleh keluarganya. Begini kurang lebih salah satu kalimat
beliau, “Saya tidak punya harta, tapi sudah berpesan pada istri, jika suatu
saat nanti saya mati, maka saya hanya punya ini untuk dibagi, dispenser, kipas
angin, dan lain-lain. Untuk anak 3 dibagi saja masing-masing satu kan cukup.”
Meskipun
kalimat itu disampaikan dengan setengah bercanda, memang kenyataannya beliau
dikenal sederhana oleh orang-orang dekatnya. Bahkan ada banyak orang yang kaget
saat mengetahui rumah yang beliau tinggali sekarang masih ngontrak, bukan milik
sendiri. Justru ‘rumah’ idaman yang sempat beliau sampaikan kepada jamaahnya
adalah 'rumah masa depan'.
“Saya
memang bukan orang Wonorejo, tapi saya punya keinginan, suatu saat jika saya
mati nanti, agar bisa dikuburkan di Wonorejo.
Keinginan
yang dengan tangis dikabulkan oleh orang-orang yang masih hidup. Beliau
dimakamkan di Makam Muslim Imam Syuhodo Wonorejo. Diiringi ribuan orang yang
pernah berinteraksi dengan beliau. Yang juga terkaget-kaget dengan kepergian
beliau. Saya menjadi saksi, banyak di antara pelayat yang sedih dan menangis
sesenggukan, beberapa di antaranya berkaca-kaca menahan agar air mata tidak
jatuh.
Ribuan
orang pun menshalatkan dan mendoakan beliau, pertama di rumah duka dengan
bersesi-sesi tentu saja, kemudian yang kedua di PPM Imam Syuhodo, dan terakhir
sebelum dimakamkan beliau dishalatkan di Masjid Agung Imam Syuhodo Wonorejo.
Ratusan, mungkin ribuan orang mengantarkan kepergian beliau ke tempat
peristirahatan terakhir.
Umat
kehilangan, tapi sekali lagi saya berdoa, semoga kehilangan ini hanya di dunia.
Di akhirat nanti, semoga kita bisa berjumpa kembali, di jannah-Nya.
Sekali lagi saya menegaskan dan menjadi saksi, bahwa beliau adalah
seorang yang baik, shalih, mujahid fii sabilillah. Insyaallah beliau wafat
dalam keadaan husnul khatimah. Saya berharap agar di akhirat nanti dapat
berjumpa lagi dengan beliau, bahkan bisa bermajelis lagi dalam kajian beliau di
surga firdaus-Nya.
Selamat jalan Ustadz Sahadi Abu Azzamin, ustadz kami, guru kami, sahabat kami, semoga Allah menempatkan antum dalam tempat yang jauh lebih baik dari dunia ini. Aamiin…
Tidak ada komentar