Maju Tanpa 'Kemajon', Progresif Tanpa Liberal
Islam berkemajuan telah lama menjadi jargon Muhammadiyah, yang kembali
digaungkan pada Muktamar ke-48 di Solo. Konsep ini menjadi antitesis dari
gambaran Islam yang mundur, kolot, konservatif, jumud, dan tertinggal. Lima
ciri utamanya meliputi: (1) berlandaskan tauhid, (2) kembali kepada Al-Qur’an
dan Sunnah, (3) menghidupkan ijtihad dan tajdid, (4) mengembangkan moderasi (wasathiyah),
dan (5) menunjukkan sifat rahmatan lil ‘alamin. Dengan kata lain, sikap
keagamaan Muhammadiyah dapat disimpulkan sebagai maju tanpa kemajon
(terlalu maju) dan progresif tanpa terjatuh dalam liberalisme, posisi tawassuth
dalam banyak aspek.
Gambaran tersebut merupakan bagian dari pembahasan dalam buku “Ciri
dan Keunggulan Paham Agama dalam Muhammadiyah” karya Ustadz Dr. H. Ali
Trigiyatno, M.Ag., Ketua Majelis Tabligh PW Muhammadiyah Jawa Tengah. Buku
setebal x + 226 halaman ini diterbitkan oleh PT Gramasurya Yogyakarta dan saat
ini telah memasuki cetakan kedua (Desember 2024), setelah terbitan pertama pada
September 2023.
Di dalamnya, terdapat lebih dari 30 pembahasan penting mengenai karakter
paham keagamaan Muhammadiyah. Beberapa di antaranya membahas tentang: Sumber Rujukan
Otentik dan Meyakinkan, Mendahulukan Makna Zahir daripada Takwil dalam Akidah,
Tidak Beramal dengan Hadis Dhaif, Soal Ibadah Lakukan yang Dicontohkan, Bebas
TBC, Diputuskan Kolektif Melalui Musyawarah, Tidak Taklid, Tidak Terikat Mazhab
Tertentu, serta Gemar Membangun Amal Usaha. Masih banyak lagi tema lain yang turut
memperkaya pemahaman pembaca.
Menurut hemat kami, sejalan dengan penegasan penulis dalam kata
pengantarnya, buku ini memang lebih tepat untuk kalangan internal Muhammadiyah.
Ia berfungsi sebagai penguatan ideologi sekaligus tameng dari keraguan yang
muncul akibat beragam pengaruh paham di luar Muhammadiyah. Ibarat iklan, memuji
produk sendiri tidak harus disertai mencela produk lain. Inilah letak nilai
positif sekaligus potensi kelemahannya: positif karena sangat efektif
memperkokoh internal, namun juga terasa subjektif karena sifatnya sebagai buku
internal.
Meski demikian, buku ini patut menjadi bacaan wajib bagi para pimpinan persyarikatan, khususnya para da’i di tingkat cabang dan ranting yang bersentuhan langsung dengan akar rumput, agar memiliki landasan lebih kokoh ketika menjelaskan kepada jamaah tentang apa dan bagaimana paham keagamaan Muhammadiyah yang sesungguhnya.

Tidak ada komentar