Header Ads

Header ADS

Dari Bumi Meraih Langit: Mengenang Ahmad Bilal, Lc


DARI BUMI MERAIH LANGIT
Mengenang Ahmad Bilal, Lc rahimahullah

Darah membuncah, menyirami bumi. Tubuhnya terhempas tercabik. Namun dia hidup di sisi Ilahi. Dalam nikmat abadi. Selamat jalan hai mujahid. Do’a kami mengiringi. Dengan jiwa nan tentram suci. Kepada Allah kembali...
(Shoutul Harokah, Syaikh Ahmad Yasin)

Subhanallah... Laa ilaaha illallaah... Laa haula wa laa quwwata illa billaah... Allahu Akbar!
Beberapa kalimat yang tergumam di lisan saya bersamaan dengan ketakjuban saya menyaksikan kumpulan manusia yang hadir mengantar kepergiannya pagi ini. Ketakjuban yang tidak berlebihan bagi saya, karena di usianya yang belum bisa dikatakan tua ini, saat malaikat maut menjemputnya dan Allah menghendakinya berpulang kepada-Nya, seribu bahkan lebih manusia datang memberikan penghormatan terakhir padanya.

Seribuan orang dengan banyak wajah. Pimpinan berbagai ponpes, ormas Islam, bahkan partai di Solo Raya turut mengantar kepulangannya. Bagi mereka, sosok yang satu ini dekat dengan pribadi dan jamaah mereka. Karena selain sebagai salah satu kader terbaik Muhammadiyah, ia juga pernah turut serta mendirikan dan mengelola beberapa pesantren di Kabupaten Sukoharjo. Sebutlah Pesantren Al-Amin Palur dan Pesantren Darul Hijrah Canden. Dua pesantren yang paling dekat dengannya karena ia turut serta dalam proses pendirian dan berjalannya. Ustadz Hartono AI, S.Ag, pimpinan Ponpes Al-Amin, bahkan bisa dikatakan telah menganggapnya selayaknya seorang putra. Sampai saat ini ia juga masih aktif mengelola Ponpes Darul Hijrah yang belum lama ini ia dirikan bersama rekan-rekannya.

Bukan untuk sebuah kebanggaan apalagi pengkultusan kepada pribadi manusia. Akan tetapi tidaklah berlebihan jika saya menaruh kekaguman pada sosok yang saat ini telah mendahului saya menghadap Allah tersebut. Mendengar penuturan dari beberapa orang, memang kematiannya adalah sebuah akhir yang tragis di mata manusia. Sebuah kecelakaan maut merenggut nyawanya secara paksa tepat di tempat kejadian. Meski bagi orang-orang yang mau mengambil ibrah, maka ada pelajaran besar di baliknya yang dapat kita ambil manfaat. Kematian yang tragis ini didahului dengan kebaikan-kebaikan yang dilakukannya.

Beberapa hari sebelum kejadian menyedihkan ini, ia sempat berpesan kepada beberapa anak didiknya di Ponpes Al-Amin sesaat sebelum mengisi sebuah kajian di Masjid Muttaqin Kotta Timur. Pesan yang singkat dan mungkin tak disangka sebagai sebuah wasiat terakhir: “Intanshurullaha yanshurkum wayutsabbit aqdaamakum.”
Beberapa jam sebelumnya ia juga baru saja berangkat untuk mengisi sebuah kajian di sebuah majelis ilmu di Bekonang yang sejak itulah mungkin Allah Ta’ala telah memerintahkan malaikat maut menunggunya di balik pintu rumahnya dan mengikutinya hingga ke jalan raya. Benar kata Allah dalam sebuah hadits qudsi: “Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu maka Allah akan memudahkan jalannya ke surga.” Dan dia benar-benar membuktikan itu.

Jam 8 di malam Jumat yang (insya Allah) penuh berkah-Nya, pada 10 Maret 2011 yang juga bertepatan dengan 5 Rabiul Tsani 1432, takdir yang sudah ditulis-Nya pun terlaksana. Nyawa berpisah dari raga. Maka mulailah sang mujahid harus beristirahat; terpisahlah ia dari hiruk-pikuk dunia yang penuh tipu daya ini. Semoga kematian ini adalah sebuah kesyahidan yang indah di jalan-Nya, sebuah akhir kehidupan yang husnul khotimah.

Seorang yang memang saya belum mengenalnya secara dekat. Seingat saya, baru sekali tangan ini menjabatnya erat diiringi senyum ramahnya sekitar setahun yang lalu. Namun saat terdengar kabar dari serangkaian SMS dan telepon beberapa rekan, entah mengapa saya merasa begitu kehilangannya, seolah-olah saya telah berhubungan akrab sangat lama. Dia adalah Ahmad Bilal, Lc rahimahullah. Suami dari seorang istri dan ayah dari seorang anak, seorang calon mujahid penerus perjuangan ayahnya. Seorang pendidik yang keras dan tegas bagi santri-santrinya. Seorang pribadi yang familiar dan murah senyum bagi rekan dan sahabatnya.

Dunia boleh saja menangisi kepergianmu. Tapi kami tak akan meratapimu karena kami yakin (insya Allah) tempatmu di sana lebih baik dan lebih indah daripada kami di dunia ini. Izinkan kami meneruskan perjuanganmu dalam menegakkan agama Allah yang mulia ini hingga Islam kan jaya di muka bumi, atau syahid menjemput kami meski dengan paksa.

Selamat jalan, saudaraku...
Wallahu a’lam

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.