Header Ads

Header ADS

Panduan Menjadi Sahabat, Bukan Sekadar Orang Tua

Di era digital saat ini, banyak orang tua yang tanpa disadari semakin jauh dari anak-anaknya. Kesibukan pekerjaan, tuntutan aktivitas harian, serta dominasi penggunaan gawai seringkali membuat interaksi dalam keluarga menjadi minim dan kurang bermakna. Anak tumbuh dengan kebutuhan perhatian dan pendampingan, namun justru sering berhadapan dengan orang tua yang lebih sibuk menatap layar daripada membangun komunikasi hangat. Kondisi ini menuntut orang tua untuk kembali belajar, memperbaiki pola asuh, dan menghadirkan diri secara utuh dalam kehidupan anak, agar hubungan keluarga tidak sekadar hadir secara fisik, tetapi juga kuat secara emosional dan spiritual.

Buku “Menjadi Sahabat bagi Anak: Panduan Parenting Islami untuk Orang Tua di Era Digital” karya Mu’in Abdullah, M.Pd.I., diterbitkan oleh Lakeisha pada cetakan pertama Desember 2025. Buku ini terdiri atas tujuh bab yang disusun secara runtut dan saling berkaitan. Bab pertama membahas peran orang tua sebagai sahabat anak dalam perspektif Islam. Bab kedua mengulas pemahaman terhadap karakter, perasaan, serta fase perkembangan anak. Bab ketiga menekankan pentingnya komunikasi Islami yang mampu menguatkan kedekatan dalam keluarga. Bab keempat membahas konsep disiplin tanpa marah dengan ketegasan yang dilandasi cinta. Bab kelima mengangkat tantangan pengasuhan anak di era digital. Bab keenam menguraikan upaya menanamkan iman, akhlak, dan adab di rumah. Sementara itu, bab ketujuh menyajikan program 30 hari keluarga sahabat anak sebagai panduan praktis membangun kedekatan antara orang tua dan anak.

Kelebihan buku berukuran 14 x 20 cm ini di antaranya terletak pada latar belakang penulis sebagai praktisi dakwah dan pendidikan sejak tahun 2004 di berbagai sekolah dan pesantren, dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, serta perannya saat ini sebagai dosen di IIM Surakarta. Bahasa yang digunakan ringan dan komunikatif, dilengkapi contoh-contoh percakapan antara orang tua dan anak yang realistis dan menyentuh.

Misalnya, pada pembahasan tentang anak yang merasa minder, cemas, atau mudah marah di bab lima, penulis mencontohkan pendekatan komunikasi yang lembut dengan pertanyaan, “Kamu sedang takut atau marah? Ceritakan pada ayah/ibu.” Orang tua juga diarahkan untuk menggunakan kalimat-kalimat yang menguatkan, seperti “Ayah/ibu percaya kamu bisa belajar sedikit demi sedikit.” Contoh-contoh dialog seperti ini membantu orang tua memahami cara berkomunikasi yang bersahabat, tidak menghakimi, serta mampu membangun rasa aman dan kedekatan emosional dengan anak.

Penulis juga memadukan dalil Al-Qur’an, hadis, pendapat ulama, serta pendekatan psikologi modern. Jurnal atau checklist program 30 hari kedekatan keluarga yang disajikan pada bab ketujuh juga menambah nilai praktis buku ini.

Selain itu, setiap bab dilengkapi dengan kutipan inspiratif yang dicetak menonjol lengkap dengan bingkai, salah satunya terdapat pada halaman 60 yang berbunyi, “Tegaslah dengan kasih, disiplin yang melembutkan hati lebih berbuah daripada hukuman yang melukai.

Adapun kekurangan buku ini terletak pada ilustrasi gambar yang digunakan, yang terlihat kurang natural karena terkesan dihasilkan oleh AI. Dari sisi visual, hal ini sedikit mengurangi kenyamanan pembaca, meskipun tidak mengurangi substansi isi buku secara keseluruhan.

Secara umum, buku ini sangat direkomendasikan bagi orang tua, pendidik, dan pemerhati pendidikan keluarga. Selain isinya yang aplikatif dan relevan dengan kondisi saat ini, buku ini juga tidak terlalu tebal (hanya 115 halaman) sehingga dapat dibaca dengan cepat tanpa menghabiskan banyak waktu, namun tetap memberikan wawasan dan panduan praktis yang mendalam untuk membangun keluarga yang hangat, Islami, dan ramah bagi anak.

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.